BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uji Sensitivitas Bakteri
Uji sensitivitas bakteri merupakan cara untuk mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah (Fenical dan paul, 1984 dalam Susanto,1995). Metode Uji sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada konsentrasi yang rendah. Uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri (Susanto,1995).
Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan anti bakteri (Concepcion dkk, 1994 dalam Susanto,1995) Tujuan dari proses uji sensisitivitas ini ialah :
1. Untuk mengetahui obat-obat yang paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama pada kasus-kasus penyakit yang kronis.
2. Mengetahui adanya resistensi terhadap berbagai macam antibiotik.
Uji sensitivitas bakteri terhadap beberapa antibiotika di luar negeri sudah lazim dilakukan sebagai pemeriksaan rutin terhadap isolat bakteri berasal dari material klinis. Disamping itu telah banyak dilakukan penelitian tentang sensitivitas dan resistensi bakteri terhadap bermacam-macam antibiotika telah banyak dilakukan (Corcoran dan Shulman, 1994).
2.2. Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat diantaranya adalah streptomycin® vial injeksi, Tetrasiklin® kapsul, Kanamicin® kapsul, Erytromicin® kapsul, Colistin® tablet, Cefadroxil® tablet dan Rifampisin® kapsul (Djide, 2003).
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Djide, 2003).
Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau juga untuk prevensis infeksi, msalnya pada pembedahan besar. Secara provilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga sebelum cabut gigi. Jumlah antibiotika yang beredar dipasaran sekarang ini semakin banyak macamnya dan melonjak tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Antibiotika dalam penggunaannya membutuhkan waktu yang lama baik dalam penyimpanan dan peredarannya. Hal ini dapat menyebabkan potensi dari antibiotika menurun dan bahkan bisa hilang (Jawelz, 1995). Penyebab kuman resisten terhadap antibiotic menurut Jawelz (1995) :
1. Memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan.
2. Akibat pemberian dosis dibawah dosis pengobatan.
3. Akibat penghentian obat sebelum kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotik.
2.3. Bakteri Patogen
Patogen dalam Bahasa Yunani berarti "penyebab penderitaan" yaitu agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya. Umumnya istilah ini diberikan untuk agen yang mengacaukan fisiologi normal hewan atau tumbuhan multiselular. Namun, patogen dapat pula menginfeksi organisme uniselular dari semua kerajaan biologi.Umumnya, hanya organisme yang sangat patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sementara sisanya jarang menimbulkan penyakit. Patogen oportunis adalah patogen yang jarang menyebabkan penyakit pada orang-orang yang memiliki imuno kompetensi (Immuno competent) namun dapat menyebabkan penyakit/infeksi yang serius pada orang yang tidak memiliki imuno kompetensi (immuno compromised). Patogen oportunis ini umumnya adalah anggota dari flora normal pada tubuh. Istilah oportunis sendiri merujuk kepada kemampuan dari suatu organisme untuk mengambil kesempatan yang diberikan oleh penurunan sistem pertahanan inang untuk menimbulkan penyakit.Pada umumnya semua patogen pernah berada di luar sel tubuh dengan rentang waktu tertentu (ekstra selular) saat mereka terpapar oleh mekanisme antibodi, namun saat patogen memasuki fasa intra selular yang tidak terjangkau oleh antibodi, sel T akan memainkan perannya. Ada beberapa substrat dan cara yang dapat digunakan patogen untuk menyerang suatu inang (http://www.scribd.com)
Bakteri-bakteri penyebab penyakit,mulai dr spesies-spesiesnya, derajat kemampuannya dlm menyebabkan penyakit dan cara mengidentifikasi & mendiagnosanya. Istilah-istilah sering dipakai Patogenesis = proses terjadinya penyakit Patogenitas = Kemampuan bakteri dalam menimbulkan penyakit Infeksi = Penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme Virulensi = Derajat kemampuan mikroorganisme dalam menyebabkan penyakit. Senjata yang dimiliki bakteri dalam menginfeksi yaitu enzim, toksin, pili, dan kapsul (http://antiserra.wen.su/coccus.html). Faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi bakteri menurut (http://antiserra.wen.su/coccus.html) :
1. Dosis infektif = sejumlah bakteri yg masuk kedalam tubuh, tdk bisa ditanggulangi oleh faktor kekebalan tubuh dan menyebabkan sakit.
2. Kekebalan / Immunologis.
3. Faktor Keturunan/alergi
Beberapa bakteri menyerang jaringan secara langsung dengan menghasilkan zat beracun yang disebut racun. Alam pertahanan terhadap bakteri berbahaya ini disediakan oleh antibodi bakteri penyakit tertentu, misalnya, tetanus, dapat dicegah dengan suntikan antitoksin atau serum yang mengandung antibodi terhadap antigen bakteri tertentu. Kekebalan terhadap beberapa dapat disebabkan oleh vaksinasi, dan parasit tertentu bakteri khusus dibunuh oleh antibiotik. Strain baru bakteri patogen lebih virulen, banyak dari mereka yang resisten terhadap antibiotik, telah muncul dalam beberapa tahun terakhir. Banyak percaya ini menjadi karena terlalu sering menggunakan antibiotik, baik dalam resep untuk penyakit ringan, meningkatkan penggunaan berlebihan seperti kemungkinan mutasi bakteri. Sebagai contoh, varian dari biasanya tidak berbahaya Escherichia coli telah menyebabkan penyakit yang serius dan kematian korban keracunan makanan (http://www.scribd.com)
Patogen pada manusia adalah mereka organisme yang menyebabkan penyakit pada manusia. Beberapa virus, bakteri, protozoa, cacing bulat, pipih, dan serangga bisa hidup manusia didalamnya. Kebanyakan bakteri yang hidup pada kulit atau dalam usus manusia tidak berbahay aatau bermanfaat. Beberapa biasanya tidak berbahaya, tetapi dapat menyebabkan penyakit dalamkondisi tertentu. Beberapa jenis bakteri yang dikenal sebagai patogen, tetapi mempengaruhi sejumlah kecil manusia. Beberapa spesies sangat patogen dan mematikan untuk persentase yangtinggi dari mereka menginfeksi manusia. Beberapa yang sangat menular, namun jarang menyebabkan kematian (http://www.scribd.com).
Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen. Sebagian besar bakteri Vibrio ditemukan di perairan air tawar atau air laut, serta merupakan bakteri patogen dalam budi daya ikan dan udang. Spesies Vibrio yang termasuk patogen adalah V. cholerae, V. parahaemolyticus, dan V. vulvinicus. Spesies V. chloreae dan V. parahaemolyticus merupakan sumber kontaminasi silang antara buah dan sayuran mentah, sedangkan V. vulvinicus penyebab infeksi pada manusia.Adapun jenis-jenis penyakit yang disebabkannya, biasa muncul di masyarakat dan mudah dikenali menurut situs (http://kesehatan.kompasiana.com) yaitu :
- Diare
- Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
- Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit.
- SARS, Influenza, Avian Flu, bahkan A-H1N1
Keempat penyakit di atas hanya beberapa dari penyakit yang sewaktu-waktu bisa saja menjangkit manusia. Sehingga pada akhirnya tidak jarnag beujung pada kematian. Semua berawal dari kelalaian kecil dalam pola hidup kita.
2.4. Resistensi Bakteri
Resistensi adalah suatu keadaan karena pengaruh obat antiinfeksi terhadap kuman berkurang khasiatnya atau kuman tersebut tidak sensitif oleh perlakuan obat anti infeksi. Resistensi merupakan kegagalan pengobatan dengan suatu antibiotika dengan dosis terapi (Gran, 1983).
Franklin dan Snow (1985) serta Brander et al., (1991) mengatakan bahwa mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik terjadi dengan cara penginaktifan obat, perubahan target atau sirkulasi enzim, berkurangnya akumulasi obat oleh adanya sel resisten, variasi jalur metabolisme. Menurut Gran (1983) dan Brander et al., (1991), ada 3 macam tipe resistensi, yaitu non genetik, genetik dan silang. Resistensi non genetik terdapat pada mikroba dalam keadaan inaktif atau istirahat, resistensi genetik merupakan mutasi spontan karena terjadinya tanpa dipengaruhi ada atau tidaknya antimikroba tersebut. Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup (Setyabudy dan Gan, 1995).
Beberapa bakteri mempunyai kemampuan alami untuk kebal atau resisten terhadap efek pengobatan, misal dengan antibiotik, meskipun tidak berinteraksi secara langsung. Hal ini dapat terjadi karena bakteri mempunyai enzim yang dapat merusak obat (Brander et al., 1991). Bakteri yang resistensi tidak peka lagi terhadap antibiotik atau seng anti mikrobial (Brander et al., 1991). Resistensi sel mikroba atau alat sifat tidak tergantung kehidupan sel mikroba oleh anti mikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup (Gran, 1983).
Pada tahun-tahun terakhir ini bakteri resisten telah memberi kenaikan terhadap letusan infeksi yang serius dengan banyak kematian. Hal ini telah membawa para ahli kepada suatu kebutuhan program Survei lance Nasional dan Internasional. Program ini nantinya digunakan untuk memonitor resistensi antibiotika terhadap Enterobacteriaceae dengan cara tes sensitivitas dengan menggunakan suatu metode yang dapat dipercaya yang akan menghasilkan data yang dapat dibandingkan (Dirjen POM, 2000). Sebab-Sebab terjadinya resistensi dapat terjadi melalui 2 hal yaitu :
a. Non Genetik
Penggunaan antimikroba yang tidak sesuai aturan menyebabkan tidak seluruh mikroba dapat terbunuh. Beberapa mikroba yang masih bertahan hidup kemungkinan akan mengalami resistensi saat digunakan antimikroba yang sama. Proses ini dinamakan dengan seleksi (Jawetz et al., 2001).
b. Genetik
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal maupun ekstra kromosomal, dan perubahan genetik tersebut dapat ditransfer atau dipindahkan dari satu spesies.
Beberapa bakteri mampu menetralkan antibiotik sebelum membunuhnya, bakteri lain mampu dengan cepat mengeluarkan antibiotik dari sel mereka dan bakteri lainnya mampu mengubah titik serang antibiotik sehingga tidak menggangu fungsi hidupnya. Antibiotik membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang peka. Tetapi, terkadang, salah satu bakteri dapat bertahan hidup karena mampu menetralisir atau menghindar dari efek antibiotik. Bakteri semacam ini akan berkembang biak dan menggantikan tempat bakteri-bakteri yang terbunuh. Bakteri yang semula peka terhadap suatu antibiotik pun dapat menjadi kebal melalui perubahan genetik di dalam selnya, atau dengan menerima DNA yang sudah reisten dari bakteri lain. Artinya bakteri dapat menjadi resisten terhadap beberapa antibiotik sekaligus. Ini tentu menyulitkan para dokter memilih antibiotik yang tepat untuk pengobatan (www.ino.searo.who.int).
Resistensi pada bakteri banyak macamnya, diantaranya adalah :
- Resistensi kromosomal
Resistensi kuman terhadap antibiotik yang mempunyai sebab genetik kromosomal terjadi misalnya karena terjadinya mutasi spontan pada lokus DNA yang mengontrol susceptibility terhadap obat tertentu (Anonim, 1994).
- Resistensi ekstrakromosomal
Bakteri mengandung unsur-unsur genetik ekstrakromosomal yang dinamakan plasmid (Sudarmono, 1993). Faktor R adalah kelompok plasmid yang membawa gen resistensi terhadap satu atau beberapa obat antimikrobia dan logam berat. Gen plasmid untuk resistensi antimikrobia mengontrol pembentukan enzim yang mampu merusak antimikrobia (Jawetz et al., 2001).
- Resistensi silang
Suatu populasi kuman yang resisten terhadap suatu obat tertentu dapat pula resisten terhadap obat yang lain yang dapat mempunyai mekanisme kerja obat yang mirip satu sama lain. Hal ini misalnya terjadi pada obat-obatan yang komposisi kimianya hampir sama misalnya antara polimiksin B dengan kolistin, eritromisin dengan oleandromisin, meskipun demikian adakalanya terjadi pula resistensi silang pada dua obat yang berlainan struktur kimianya sama sekali, misalnya eritromisin dengan linkomisin (Anonim, 1994).
2.5. Aktivitas Mikroba
Aktivitas mikroba dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang meliputi faktor biotik (makhluk hidup dan mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose, dan sintropisme) dan abiotik (temperatur, kelembaban, pH, radiasi, penghancuran secara mekanik) (Dwidjoseputro, 1994).
Aktivitas mikroba pembusuk dapat dihambat dengan mengendalikan kondisi lingkungan tempat hidup mikroba pembusuk. Penurunan suhu dan kelembaban, penurunan Aw, atau pengaturan komposisi udara dapat menghambat aktivitas mikroba pembusuk. Penggunaan suhu rendah berhasil mengatasi gangguan bakteri pembusuk, demikian pula dengan penggunaan teknik radiasi. Namun kedua teknik ini relatif sulit diterapkan dimasyarakat kerena membutuhkan teknologi dan biaya besar. Sedangkan peningkatan suhu, penambahan senyawa kimia tertentu, penurunan pH atau dehidrasi dapat membunuh mikroba pembusuk (www.scribd.com).
Penggunaan bahan kimia yang selama ini dilakukan untuk menghambat aktivitas bakteri pembusuk telah menimbulkan dampak negatif sehingga penggunaannya mulai dikurangi. Lebih parah lagi bila bahan kimia yang digunakan bukan bahan kimia untuk pangan, misalnya pestisida dan formalin. Kedua bahan kimia ini sudah digunakan secara ilegal untuk mengawetkan hasil perikanan (www.scribd.com).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keberadaan bakteri pembusuk adalah menggunakan bakteri antagonis. Bakteri antagonis adalah bakteri yang memiliki sifat berlawanan dengan bakteri pembusuk, patogen atau yang tidak diharapkan. Bakteri antagonis sering disebut sebagai bakteri menguntungkan, karena dapat digunakan untuk menghambat atau menghentikan aktivitas bakteri pembusuk yang merugikan (www.scribd.com).
Mikroba antagonis yang digunakan tidak menimbulkan bahaya apabila dikonsumsi. Sedikitnya ada 40 genus mikroba antagonis yang aman untuk dikonsumsi. Jenis mikroba yang paling banyak digunakan untuk memperpanjang masa simpan hasil perikanan adalah Lactobacillus plantarum. Bakteri ini termasuk kedalam keluarga Bakteri Asam Laktat (BAL) paling kuat diantara saudara-saudaranya, sehingga banyak digunakan sebagai pengawet (www.scribd.com).
Penggunaan bakteri antagonis sebagai mikroba pengawet sangat mudah. Bakteri ini dapat diperoleh dalam bentuk biakan murni atau diproduksi secara sederhana. Asinan sawi, asinan kubis, atau acar mentimun adalah sumber bakteri asam laktat. Produk tersebut sudah biasa dibuat oleh masyarakat Indonesia. Pengetahuan mengenai penggunaan bakteri antagonis berdasarkan prinsip fermentasi. Fermentasi mampu menghentikan proses pembusukan hasil perikanan dengan cara mengendalikan populasi mikroba pembusuk (www.scribd.com).
2.6. Metabolit Sekunder
Wright (2003) Dalam Nasima (2006) menyatakan, bahwa setiap sel tersusun atas bahan kimia. Semua bahan kimia yang ada pada organisme yang berasosiasi dapat dikelompokan dalam 2 kategori, yaitu :
· Metabolit primer adalah bahan kimia yang dibutuhkan oleh organisme hidup.
· Metabolit sekunder adalah bahan kimia yang digunakan untuk mempertahankan eksistensi organisme di lingkungannya.
Metabolit sekunder pada mulanya diasumsikan sebagai hasil samping atau limbah dariorganismesebagai akibat produksi metabolit primer yang berlebihan. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terbukti bahwa metabolit sekunder diproduksi olehorganisme sebagai respon terhadap lingkungannya. (Muniarsih, 2005).
Mikroorganisme dapat memproduksi beberapa metabolit sekunder, diantaranya adalah antibiotik yang pada kadar rendah sudah dapat berfungsi menghambat pertumbuhan dan membunuh organisme secara spesifik dan mitotoksin yang merupakan metabolit sekunder berupa senyawa toksik yang diproduksi oleh fungi. Menurut Setayningsih (2004) senyawa kimia yang dihasilkan oleh bakteri simbion yang dapat menghalangi organisme mikroba yang tidak diinginkan tersebut dikategorikan sebagai bahan antibiotik. Istilah antibiotik berasal dari kata antibios yang berarti substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan organisme lain.
2.7. Enterobakter sp.
Enterobacter sp merupakan bakteri gram negatif anaerob fakultatif, berbentuk koliform (kokoid), dan tidak membentuk spora. Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Enterobacter sp bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran pencernaan hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi. Enterobacter sp dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri makanan (pabrik susu, coklat, kentang, sereal, dan pasta), lingkungan berair, sedimen tanah yang lembab. Dalam beberapa bahan makanan yang potensi terkontaminasi Enterobacter sp antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk (http://id.wikipedia.org).
Enterobacter sp. merupakan patogen nosokomial yang menjadi penyebab berbagai macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi mata. Angka kematian akibat infeksi Enterobacter sp mencapai 40-80%. Sebanyak 50% pasien yang dilaporkan menderita infeksi Enterobacter sp meninggal dalam waktu satu minggu setelah diagnosa. Hingga kini belum ada penentuan dosis infeksi Enterobacter sp, namun sebesar 3 cfu/100 gram dapat digunakan sebagai perkiraan awal dosis infeksi (http://id.wikipedia.org).
2.8. Phyllidiella nigra
Phyllidiella nigra merupakan salah satu dari jenis nudibranch. Pada dasarnya memiliki morfologi tubuh yang sama dengan nudibranch jenis lainnya hanya warnanya saja yang berbeda. Nudibranch adalah sejenis siput laut yang cangkangnya menghilang saat sejarah evolusi awal. Ada lebih dari 3000 spesies nudibranch yang diketahui (http://www.satwaunik.com/informasi-umum/si-naga-biru-pt-1/).
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Sub-Kelas : Heterobranchia
Ordo : Nudibranchia
Famili : Phyllidiidae
Genus : Phyllidiella
Phyllidiella nigra merupakan salah satu dari jenis nudibranch. Nudibranch adalah salah satu biota laut yang selalu menjadi favorit underwater photographer karena warna nya ang sangat unik. Hampir disemua titik penyelaman di Halmahera biota ini mudah dijumpai. Keanekaragaman biota di Halmahera tidak saja nudibranch, namun juga jenis-jenis gobi, pipe fish, crocodile fish, mandarin fish dan masih banyak lagi. Disini juga mudah dijumpai jenis hiu baik white tip maupun black tip. Sebaran titik selam di Halmahera cukup luas, namun apabila anda mendarat di Ternate yang merupakan kota terbesar di Halmahera, kesempatan terdekat untuk melakukan penyelaman adalah di sekitar teluk Jailolo, yang termasuk dalam administrasi Halmahera Barat. Apabila anda memiliki waktu yang cukup banyak, penyelaman eksplorasi dapat dilakukan ke wilayah Halmahera Selatan, Halmahera Timur maupun Halmahera Utara serta Pulau Morotai (http://diving-indonesia.net).
BAB 3
MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu : Pukul 13.00-15.00 WIB.
Tangga : 9 Desember 2011
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Jurusan Ilmu
Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
3.2. Materi
3.2.1. Alat dan Bahan
A. Alat
1) Cawan petri
2) Jangka sorong
3) Paper disk 5 buah
4) Spreader
5) Bunsen
6) Kapas
7) Mikro pipet
8) Tabung reaksi
9) Plastik wrap
10) Kertas label
B. Bahan
1) Enterobakter sp. sebagai bakteri patogen
2) Bakteri isolat dari laut yang diberi nama NP4 oleh tim asisten
3) Alkohol 70 %
4) Media Zobell’s cair laut
5) Media Zobell’s padat tawar
3.3. Metode
3.3.1. Uji Sensitivitas
A. Tahap Persiapan
1) Media Zobell’s cair laut dibuat sebagai tahapan awal
2) Bakteri laut (NP4) diinokulasi ke dalam media tersebut
3) Media yang berisi bakteri tersebut diinokulasi selama 4 hari
4) Media Zobell’s cair tawar dibuat sebagai tahapan selanjutnya
5) Saat hari ke-3 bakteri patogen (Enterobakter sp.) ditanam ke media cair tawar.
B. Tahap Pengujian
1) Media Zobell’s tawar dibuat sebagai tahapan awal pengujian
2) Bakteri patogen (Enterobakter sp.) ditanam pada media tersebut
3) Kemudian dispread dan didiamkan selama 1 menit
4) Paper disk ditempelkan pada media tersebut dan ditetesi bakteri laut (NP4)
5) Kemudian diamati setelah 1 dan 2 kali 24 jam
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Pengamatan Morfologi Bakteri
Pada hasil modul 4 ini dimasukkan kembali hasil dari modul 3 yaitu mengenai pengamatan morfologi bakteri, hasilnya adalah sebagai berikut :
Pengamatan hari pertama bakteri yang tumbuh 145
Pengamatan hari kedua koloni bakteri yang tumbuh sebanyak 104
4.1.2 Uji Sterilisasi Bakteri
Keterangan : pada uji sensitivitas kelompok kami tidak terdapat zona hambat seperti yang ditunjuk oleh panah warna merah dan yang ditunjuk panah warna kuning adalah hasil dari kelompok 8 dan menunjukkan adanya zona hambat
4.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan uji sensitifitas bakteri yang didapat kelompok 10 pada tanggal 12 Desember 2011, tidak terdapat zona hambat pada paper disk yang berisi Enterobakter sp. Diameter zona hambat ini sendiri adalah diameter yang tidak ditumbuhi oleh bakteri di sekitar kertas cakaram dikurangi diameter kertas cakram. Pada percobaan yang kami lakukan bakteri yang digunakan sebagai bakteri isolat adalah bakteri yang belum diketahui, namun bakteri ini diberi nama NP4 oleh tim asisten. Bakteri isolat ini menempel atau menjadikan Phyllidiella nigra sebagai inangnya.
Tidak terjadinya zona hambat pada paper disk yang berisi Enterobakter sp mungkin diakibatkan karena Enterobakter sp tersebut memiliki resistensi terhadap bakteri isolat yang ditanam pada media yang sama. Resistensi ini merupakan suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Resistensi dari bakteri tersebut biasanya disebabkan karena bakteri tersebut dapat menghasilkan suatu enzim yang dapat menghancurkan bakteri isolat tersebut. Menurut beberapa penelitian yang sudah ada beberapa enzim yang dihasilkan adalah β-laktamase dan asetilase. Maka dari itu Enterobakter sp yang menghasilkan enzim ini dapat hidup tanpa gangguan (Sartono dan Mubarak, 1984).
Sebab lain yang menyebabkan tidak adanya zona hambat pada media tersebut dikarenakan oleh kesalahan dalam proses pengujian sensitivitasnya. Salah satu kesalahannya yaitu kesalahan saat memindahkan bakteri isolat ke media yang sudah berisi Enterobakter sp. Saat memindahkan bakteri isolat tip pada pipet mikro terbakar sehingga menyebabkan bakteri isolatnya mati sebelum ditanam pada media yang sudah berisi Enterobakter sp. Kesalahan lain yang menyebabkan tidak terjadinya zona hambat yaitu kesalahan saat melakukan perataan bakteri dengan spreader yang menyebabkan media rusak dan tidak bisa digunakan untuk penanaman bakteri tersebut.
Pada cawan petri yang sama terdapat sampel dari 4 kelompok lain yang salah satunya terdapat zona hambat. Pada kelompok yang terdapat zona hambat tersebut menggunakan bakteri yang dinamakan NP2 oleh tim asisten. Terdapatnya zona hambat pada percobaan kelompok tersebut mungkin disebabkan karena bakteri tersebut tidak resisten terhadap bakteri isolat yang ditanam pada media yang sama. Di media tersebut terjadi persaingan yang keras antara bakteri patogen dengan bakteri isolat untuk mendapatkan nutrisi. Pada saat itu persaingan dimenangkan oleh bakteri isolat dan Enterobakter sp tersebut mengeluarkan metabolit sekundernya. Metabolit sekunder adalah salah satu cara organisme untuk mempertahankaneksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap lingkungan.
Mudah-mudahan membantu :)
BalasHapusWynn Las Vegas first legal sports betting - JTM Hub
BalasHapusWynn Las Vegas 포천 출장마사지 is among the first U.S. states to legalize sports betting on the 남원 출장안마 Las Vegas Strip. 남원 출장안마 The 대전광역 출장안마 law does not legalize sports betting 경산 출장마사지 in Nevada.